Hujan di akhir September, tepatnya pada tanggal 28, membawa ingatanku pada masa lalu, saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu, aku bersekolah di SD Kanisius Watuagung, yang jaraknya sekitar 1,5 km dari rumahku. SD Kanisius adalah satu-satunya sekolah swasta di desaku. Sebenarnya, awalnya aku ingin bersekolah di SD Negeri 1 atau 2 Baturetno, namun karena terbentur seleksi umur, aku akhirnya masuk ke SD Kanisius. Di sanalah banyak cerita lucu dan sedih terjadi, yang kini berbaur menjadi satu dalam kenangan masa kanak-kanak yang penuh keceriaan.
Salah satu kenangan yang paling kuingat adalah saat hujan di pagi hari, sangat relevan dengan kondisi saat ini, di mana pagi ini juga turun hujan. Dahulu, setiap musim hujan, perjalanan ke sekolah selalu penuh cerita. Ketika sampai di sekolah, sepatu kami selalu penuh dengan tanah liat yang lengket, atau biasa disebut "bletok." Jalan menuju sekolah saat itu harus melewati tanah lapang yang setiap musim hujan berubah menjadi genangan lumpur. Karena itu, aku dan teman-teman sering terpaksa berangkat tanpa alas kaki agar lebih mudah berjalan.
Biasanya, aku berangkat sekolah bersama Sinta, Bayu, Ndoko (yang akrab dipanggil Gotenk), dan Iwin. Kami selalu berangkat bersama, dan kenangan ini tetap hidup dalam ingatan kami hingga sekarang. Jika kami harus memakai sepatu, setibanya di sekolah, hal pertama yang kami lakukan adalah membersihkan sepatu dari sisa tanah liat. Jika masih ada tanah yang menempel, kami akan membersihkannya di dalam kelas. Di bawah meja kami terdapat sebuah bilah yang menjadi tempat strategis untuk membersihkan sisa bletok yang menempel di sepatu.
Kenangan-kenangan ini selalu muncul tiba-tiba, dipicu oleh suatu momen yang serupa, seperti hujan di pagi hari ini, yang membawaku kembali ke ingatan masa lalu saat aku masih bersekolah di SD Kanisius Watuagung. Tentu saja, pengalaman yang aku alami dulu berbeda dengan pengalaman adik-adik yang kini bersekolah di SD yang sama. Kemajuan zaman membuat akses transportasi menjadi lebih mudah. Saat ini, hampir setiap warga memiliki sepeda motor, berbeda jauh dari zamanku dulu di mana sepeda motor adalah barang mewah di lingkungan kami. Perubahan ini memengaruhi memori dan pengalaman yang dibentuk oleh adik-adik yang kini bersekolah di sana.
Di sisi lain, jumlah murid kini lebih sedikit dibandingkan dengan zamanku, yang juga berdampak pada perkembangan sosial mereka.
Cerita ini adalah sebagian dari kenanganku semasa sekolah dasar. Bila ada teman-teman atau alumni SD Kanisius Watuagung yang membaca ini, mari kita berbagi pengalaman masa sekolah kita. Kenangan masa sekolah dasar bisa menjadi bahan refleksi untuk kehidupan kita di hari ini.
Comments
Post a Comment