Berimajinasi dengan Kehidupan Alien

 

Saat kecil, saya pernah yakin bahwa Bumi adalah satu-satunya tempat di alam semesta yang dihuni oleh makhluk hidup, dan tidak ada kehidupan lain di luar sana. Di sekolah dasar, pelajaran tentang luar angkasa hanya mencakup hal-hal mendasar seperti komet, tata surya yang berisi delapan planet serta satu bintang, dan penghapusan Pluto dari kategori planet karena tidak memenuhi kriteria sebagai planet utama dan akhirnya diklasifikasikan sebagai planet kerdil.

Keyakinan saya bahwa hanya Bumi yang dihuni makhluk hidup juga diperkuat oleh ajaran agama yang saya dengar saat malam Paskah, melalui pembacaan Kitab Suci dari Kejadian 1:1-31, yang mengisahkan penciptaan alam semesta, termasuk Bumi. Cerita ini menggambarkan proses penciptaan dalam enam hari, termasuk penciptaan manusia pada hari keenam, yang menjadi dasar pandangan agama Katolik tentang penciptaan alam semesta.

Namun, seiring waktu, imajinasi saya tentang kehidupan di luar Bumi berkembang. Saya mulai berpikir bahwa dengan alam semesta yang terdiri dari triliunan galaksi dan planet, mungkin saja ada kehidupan lain di luar sana. Kisah-kisah pertemuan manusia dengan UFO, cerita-cerita dari berbagai tulisan, dan sedikit inspirasi dari film tentang kehidupan alien semakin menumbuhkan rasa ingin tahu saya. Walaupun secara ilmiah dan akademis keberadaan kehidupan luar angkasa masih menjadi perdebatan, saya mulai membayangkan skenario kehidupan manusia yang berdampingan dengan alien.



Bayangkan jika suatu saat nanti, alien benar-benar ada dan datang ke Bumi. Dengan kemajuan teknologi yang begitu cepat, bukan tidak mungkin ini bisa terjadi. Kehidupan kita bisa berubah drastis—seperti perubahan besar yang kita alami dalam dunia teknologi digital. Mungkin suatu hari kita akan kedatangan tamu dari planet lain yang datang untuk bersilaturahmi dan membangun hubungan dengan masyarakat Bumi, menciptakan interaksi sosial yang baru antara manusia dan alien. Hal ini akan membentuk masyarakat heterogen di Bumi.

Dalam masyarakat baru ini, interaksi sosial dan asimilasi budaya antara manusia dan alien akan terjadi. Mungkin saja perkawinan antarspesies akan terjadi, menghasilkan makhluk hidup jenis baru di masa mendatang. Dalam konteks ini, kita akan mengalami sesuatu yang jauh melampaui globalisasi—mungkin bisa disebut “universalisasi”—yang mencakup hubungan lintas galaksi. Pengaruh dari universalisasi ini akan membawa perubahan besar di Bumi, terutama dalam bidang ekonomi, budaya, dan teknologi.

Misalnya, bayangkan jika suatu saat warga Indonesia mengekspor produk lokal seperti tiwul atau singkong ke Planet Proxima Centauri b atau Trappist-1e. Atau, bisa saja masyarakat Gunung Kidul mengirim rumput kalanjana ke galaksi lain karena dianggap bisa dijadikan bahan obat atau makanan lezat di sana. Dalam hal olahraga, mungkin akan ada kompetisi antar-galaksi, seperti Piala Galaksi, yang mempertemukan tim dari berbagai planet.

Di bidang budaya, mungkin musik dangdut koplo akan terkenal hingga antar-galaksi. Lagu-lagu Denny Caknan mungkin akan didengar di Planet Trappist atau Gliese 667 Cc, dan penyanyi lokal seperti Uut Sely, Xena Xenita, atau Hasoe Angel bisa menjadi idola di planet lain, seperti halnya K-pop yang mendunia. Bayangkan, "demam dangdut" bisa menyebar ke berbagai galaksi!

Soal bahasa, tentu saja akan banyak bahasa baru yang muncul dengan adanya universalisasi ini. Perusahaan-perusahaan penerjemah akan mengembangkan pasangan bahasa baru, seperti Bahasa Indonesia ke Klingon. Dengan bahasa sebagai penghubung budaya, interaksi antar-budaya dan antar-galaksi akan semakin mudah. Hubungan yang semakin terbuka antara manusia dan alien tentunya membutuhkan etika dan hukum baru untuk menjaga kehidupan bersama. Struktur sosial akan berubah, dan aturan serta norma baru mungkin diperlukan untuk mendukung kehidupan bersama antara umat manusia dan alien.

Dalam bidang agama dan kepercayaan, mungkin akan terjadi penyebaran ajaran ke planet lain. Misalnya, Gereja Katolik mungkin akan menjalankan misi di Planet Proxima Centauri b atau Gliese 667 Cc, atau gereja-gereja lain membuka zending di luar Bumi sehingga muncul Gereja Kristen Proxima Centauri b atau Gereja Kristen Kepler-186 F.

Bidang pendidikan pun akan mengalami perubahan. Mata pelajaran seperti matematika mungkin akan memiliki contoh soal cerita yang unik dan futuristik. Misalnya: "Si Mul dan Yono sedang mengendarai pesawat luar angkasa menuju Planet Mars untuk membeli seblak. Jarak dari rumah mereka ke penjual seblak di Mars adalah 410 juta kilometer. Si Mul mengendarai pesawat dengan kecepatan rata-rata 60 juta kilometer per jam, sedangkan Yono 80 juta kilometer per jam. Setelah mencapai penjual seblak di Mars, mereka beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke toko buku di Pluto, yang berjarak 4,2 miliar kilometer. Jika mereka melanjutkan perjalanan bersama-sama dengan kecepatan rata-rata 170 juta km per jam, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai toko buku di Pluto?" Soal-soal seperti ini mungkin akan muncul dalam ujian apabila hubungan antara manusia dan alien terkoneksi dengan baik.

Sebagai penutup, inilah kegabutan saya sambil minum kopi di RSA, yang akhirnya melahirkan tulisan ini. Ini hanya khayalan yang penuh imajinasi, namun tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti hubungan dengan alien akan benar-benar terjalin. Jika ada inspirasi lebih lanjut, mungkin di tulisan berikutnya saya akan membahas tentang perang melawan alien!

Comments