Aliran Tri SIla Wedha, Di Pantai Sembukan, Wonogiri

       Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keragaman dari budaya, suku bangsa,  agama, hingga aliran-aliran kepercayaan. Semua keragaman tersebut tumbuh di dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang akhirnya membentuk masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang plural. Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai budaya,  karena adanya kegiatan dan pranata khusus. Perbedaan ini justru berfungsi  mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut. .
Pantai Sembukan (Koleksi Pribadi)



Salah satu kebudayaan di Indonesia yang telah lama ada dan menghiasi keanekeragaman di Indonesia adalah kebudayaan Jawa. Kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan paling tua di Indonesia. Kebudayaan Jawa mempunya ciri khas yang identik dengan perilaku masyarakat Jawa yang mempunyai tradisi, perilaku, serta sikap hidup dari masyarakat Jawa tersebut. Kekayaan kebudayaan Jawa ini cukup nyata dari sejarah kebudayaan Jawa yang berjalan terus-menerus selama lebih dari seribu tahun di daerah-daerah tertentu di pulau Jawa.
Salah satu ciri dari kebudayaan Jawa yaitu masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang religius. Perilaku keseharian masyarakat Jawa banyak dipengaruhi oleh alam pikiran yang bersifat spiritual. Kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa memiliki relasi istimewa dengan alam. Kedekatan masyarakat terhadap alam pula yang menyebabkan berkembangnya pemikiran mengenai fenomena kosmogoni dalam alam pemikiran masyarakat Jawa, yang kemudian melahirkan beberapa tradisi atau ritual yang berkaitan dengan penghormatan terhadap alam tempat hidup mereka (Magnis-Suseno, 2001 : 85). ). Salah satu ciri lain masyarakat Jawa adalah mereka percaya terhadap suatu kekuatan di luar alam yang mempengaruhi mereka, mereka percaya pada suatu hal di balik penampakan fisik yang mereka lihat.
Sikap hidup orang Jawa yang diwarisi dari leluhurnya terjelma di dalam lelaku dan usahanya untuk mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup. (Yana MH, 2010: 115). Ajaran tentang lelaku dan ngelmu kejawen juga menunjukkan konsep kesederhanaan dalam berpikir dan berbuat, intinya sebaiknya kita tidak memimpikan menggapai bintang dilangit, tetapi hendaknya meraih saja apa yang mampu kita raih, yaitu belajar ngelmu yang bermanfaat dan mampu menjadi bekal hidup dan sarana untuk mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan alam (S. De Jong, 1976: 95).
Tri Sila Wedha merupakan bagian salah satu aliran kepercayan yang berpedoman pada kebatinan Jawa atau biasa disebut dengan kejawen. Tri Sila Wedha memiliki kesetiaan tradisi yang eksklusif, yang dimaksud dengan tradisi ekslusif adalah kebatinan Jawa. Penghayat termasuk pengkut kebatinan Jawa yang masih melakukan tradisi tapa,nenepi, matiraga, mutih dan sebagainya
Mayoritas pengikut aliran kepercayaan Tri Sila Wedha berasal dari luar daerah Pantai Sembukan. Kebanyakan dari mereka berasal dari kota Karanganyar dan Surakarta namun hubungan interaksi yang terjalin antara pengikut aliran kepercayaan Tri Sila Wedha dengan masyarakat sekitar terjalin sejak lama. Hubungan itu bisa terjalin karena adannya kegiatan-kegiatan bersama yang mereka lakukan, kegiatan tersebut sangat erat kaitanya dengan sebuah tradisi-tradisi Kebudayaan Jawa.

1.   Kepercayaan Tri Sila Wedha
Setiap manusia atau pun setiap masyarakat di dunia ini pasti memiliki suatu pandangan hidup terhadap sebuah keyakinan tertentu, yang intinya mencari sebuah keselarasan dan kententraman batin di dalam dunia ini. Oleh sebab itu suatu kepercayaan merupakan bagian yang sangat urgen didalam kehidupan manusia dalam menjalankan sebuah keyakinan, karena sebuah kepercayaan merupakan dapat mempengaruhi sebuah perasaan, sikap, hidup ,dan hubungan terhadap sesama dan alam semesta. demikian juga aliran kepercayaan Tri Sila Wedha. Aliran Tri Sila Wedha merupakan sebuah aliran penghayatan atau aliran kepercayaan yang berpedoman pada sebuah kebatinan yang diresapi sebagai paham kejawen, dan sangat kental dengan pengaruh Keraton Mangkunegaran Surakarta.
Dalam tradisi dan tindakannya, pengikut aliran Tri Sila Wedha selalu berpegang teguh pada dua hal. Pertama, pandangan dan filsafat hidup yang selalu bersandar pada makna religius dan mistis. Kedua, sikap hidup yang etis dan menjunjung tinggi moral serta derajat kehidupan. Pandangan hidupnya selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniah dan magis. Hal itu tampak dalam perilaku penghormatan terhadap arwah nenek moyang atau leluhur serta kekuatan-kekuatan yang tidak dapat ditangkap panca indra.
Religi dalam kepercayaan Jawa meliputi hubungan dengan segala yang rohaniah, seperti Tuhan, roh nenek moyang, dewa, dan makhluk halus. Sumber utama kepercayaan religiusnya berkenaan dengan kesadaran pada keberadaannya yang selalu sadar diri, eling  dan waspadamerupakan salah satu paham yang dianut oleh aliran kepercayaan Tri Sila Wedha. Kesadaran itu dilakukan dengan tetap memegang teguh tradisi sesaji, sadranan, selamatan, dan kepercayaan baha segala sesuatu itu ada yang menguasai (mbaureksa). Konsep etika masyarakat Jawa  dilandasi oleh kepercayaan religius. Dengan demikian orang Jawa selalu berusaha menjaga keselarasan diri dengan lingkungan hidup, baik bersifat spiritual maupun material (Herusatoto, 1984:132)
1.      Sejarah Perkembangan Tri Sila Wedha
a.      Asal usul Tri Sila Wedha
Komunitas kejawen yang amat kompleks, telah melahirkan berbagai sekte dan tradisi kehidupan di Jawa. Bahkan di dalamnya terdapat paguyubanyang selalu membahas alam hidupnya.Paguyuban tersebut lebih bersifat mistis dan didasarkan konsep rukun. Modal dasar dari komunitas ini hanyalah tekad dan persamaan niat untuk nguri-uri (memelihara) tradisi leluhur. Masing-masing    paguyuban memiliki    jalan hidup yang khas kejawen. Masing-masing wilayah kejawen juga memiliki pedoman khusus yang khas Jawa. Masing-masing wilayah memiliki kosmogoni dan mitos tersendiri. Hampir setiapwilayah kejawen, kiblat hidup, ditaati, dipuja, dan diberikan tempatistimewadalamm hidupnya.Daerahkejawen biasanya masih menjalankan mistik, meskipunkadarnya berbeda beda.
Aliran Kepercayaan Tri Sila Wedha merupakan sebuah Aliran Kebatinan (Aliran Kepercayaan) yang berakar pada ajaran mistik Jawa atau bisa disebut            kejawen, yang mempunya arti Tri=3, Sila=tatanan, Wedha=Tinulis. Werdine jejeg Imane, Jujur Lakune, resik wadhahe, Ringkese jejeg, Jujur, Suci/resik.dalam bahasa Indonesia mempunyai arti mempunyai iman yang kuat dan taat, mempunyai kejujuran disetiap tingkah lakunya, mempunyai jiwa raga yang bersih, sucidalam pikiran, perbuatan.
Arti dan makna dari Tri Sila Wedha mempunyai keterkaitan dengan ajaran    manunggaling Kawula Gusti, yang berdasarkan tingkah laku yang suci, berbudi luhur, menyembah kepada yang menciptakan semua bumi dan seisinya dan mistik. Kepercayaan Tri Sila Wedha dipimpin oleh Eyang Citro, beliau bercerita tentang bagaimana Tri Sila wedha itu bisa ada, itu berawal dari pada tahun 1947-1948 saat itu Eyang Crito bekerja sebagai juru kunci pantai selatan, dan pada saat itu kekuatan militer negara RI masih rapuh. Eyang Crito bercerita bahwa beliau melakukan laku prihatin memakai cara yang pernah dilakukan para orang tua jaman dahulu yaitu mengurangi makan dan tidur, supaya mendapatkan anugrah dan kekuatan-kekuatan gaib yanag bisa digunakan untuk melengkapi kekuatan lahiriah. Saat jaman kemerdekaan pantai sembukan merupakan tempat bertapa bagi KGPAAMangkunegaran I yang masih bernama Raden Mas Said, berikut wawancara dengan EyangCitro:
“ Nalika swargi KGPAA Mangkunegara I isih asma Raden Mas said merangi penjajah  walanda naloko semono banjur kaseser teko bglaroh mbandang nagnti tekan pesisir kidul. Beliau banjur banjur kaseser teko bglaroh mbandang nagnti tekan pesisir kidul. Beliau banjur leren ning Pasanggrahan ning Pantai sembukan Kene langsuntg ngtalkoke tapa, lan oleh wahyu saka Panjenengan dalem Gusti ratu Kencono sari ( kanjeng Ratu Kidul ) pareng dhawuh : "Jbeng sira balia, Ingsun paringi kanugrahan Bumi sasigarsenabgka kraton surakarto" kocap kacarita panjengan bareng wes cetha wela - wela dhawuh sing ditanpa banjur padha dhawuhe.
Ketika almarhum KGPAA Mangkunegara I masih bernama Raden Mas Said ikut berperang melawan penjajah Belanda pada jaman beliau itu malah kesasar sampai pesisir selatan. Beliau istrahat di pesanggrahan di Pantai Sembukan sini, dan memuai bertapa dan mendapatkan wahyu dari" Gusti Ratu Kencono Sari (Kanjeng Ratu Kidul).” (Wawancara pada malam pukul 19.00-20.00 WIB di Padepokan Tri Sila Wedha).

Eyang Citro ikut berperang melawan agresi militer Belanda, tepatnya hari Jumat Pontanggal 19 Januari jam 1.30 malam, saai itu Eyang Citro bertapa selama3 hari 3 malam mendapatkan wahyu dan pada saat itu disaksikan oleh 60 orang, isih wahyu tersebut sebagai berikut:"Mbesuk  yen wis tekan jaman suci balekno". akan tetapi pesan dari wahyu tersebut menjadi beban tersendiri bagi Eyang Citro, dikarenakan kapan dia bisa menemukan jaman yang suci.
Setelah jaman merdeka dan Eyang Citro masih menjadi juru kunci Pantai Sembukan, tepatnya pada tahun 1970, kota Solo ada kejadian yang aneh tapi nyata  ada cahaya bersinar sumunar  terbang sampai atas langit yaitu pada pukul 01.00-03.00 WIB. Padapukul 06.00 ada orang dari kraton memberikan keteranganya bahwa cahaya tadi merupakan Wahyu Jati Agung, yang menandakan bahwa tahun tersebut adalah tahun yang suci yang telah sampai jaman kawruh Jawa yang meliputi :
1)      Panembah
2)      Basa
3)      Sastra
4)      Busana
5)      Budhaya
Isinya berdasarkan pada Manunggaling Kawula Gusti yang berdasarkan pada yang  berdasarkan tingkah laku yang suci, berbudi luhur, menyembah kepada yang menciptakan semua bumi dan seisinya dan mistik.Setelah dipelajari Eyang Citro bahwa kejadian tersebut ada sangkut pautnya denganpasanggrahan PantaiSembukan.Pada tahun 1976 Eyang Citro Bersama Pak Parmo, Pak Usdi, Pak Gathot, Pak Yitno,Pak Slamet dan Bu Nur membuatpadepokan di atas gunung Gendero yang diperuntukan buat napak tilas Raden Mas said dan buat melakukat laku tirakat yang dilakukan setiap malam Jumat kliwon dan malam Selasa Kliwon,dan sampai sekarang laku tirakat dilakukan di gunung Gendera.

b.      Aliran Tri Sila Wedha Sebagai Aliran Kepercayaan.
Pada awalnya, kebatinan Jawa memang disebut dengan aliran kepercayaan. disebut aliran karena didalamnya memuat suatu paham yang bervariasi. Keyakinan adalah paham aliran kebatinan, adalah paham religiustitas kejawen yang memupuk,mempertahankan,dan menghayati aneka doktrin kebatinan. Kebatinan Jawa tidak lain adalah suatu aliran kepercayaan yang diyakini, ditaati, dipuji, dan dieksploitasi dalam kehidupan. Eksplorasi merupakan usaha untuk menemukan ketentraman hidup(Suwardi Endraswara, 2011: 41).
Bentuk-bentuk kebatinan Jawa amat beragam di masyarakat. Bentuk-bentuk itu memunculkan berbagai aliran yang bervariasi, biarpun ada kesamaan pilar      dan kecenderungan. Salah satu contoh adalah Aliran Tri Sila Wedha yang mempunyai tujuan yang khusus yang sulit dibantah. Tujuan Khusus tersebut akan mengikat perilaku kaum kebatinan Jawa. Aliran Tri Sila Wedha mempunyai tujuan untuk mengikat seluruh ajaran yang akan disusunya, upacara-upacara yang dilakukan dan syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh para pengikutnya sendiri dan mendapat pengaruh dari cara hidup serta lingkungan serta masyarakat yang menimbulkannya. Seluruh aktivitasTri Sila Wedha, selalu bermuara pada tujuan khusus, yaitu mengolah budi luhur. Setiap anggota Tri Sila Wedha yang telah mencapai budi luhurdianggap sukses dalam olah kebatinan.
Menurut (Soemardjan, 1966: 26-34), ngelmukebatinan pada dasarnya merupakan upaya dengan maksud meningkatkan keluhuran budi dalam hubunganya dengan sesama manusia maupun dengan Tuhan Yang Maha Esa. Budi Luhur yang selalu menjadi acuan tertinggi dalam kehidupankebatinan Jawa.Pencaharian budi Luhur selalu menjadi fokus bagi penghayat kebatinan dalam berbagai ranah kehidupan.
AjaranTri Sila Wedha mempunyai cara tersendiri dalam ritual sehingga Tri Sila Wedha bisa disebut dengan ilmu kebatinan Kejawen, pertama; Tri Sila Wedha, mengunakan kekuatan gaib untuk melayani berbagai kepentinganmanusia. Kedua; Tri Sila Wedha hendak menyatukan jiwa manusiadengan Tuhanselagi manusia masih hidup. Ketiga;aliran Tri Sila Wedha berniat untuk mengenal hakikat Tuhan dan akan menembus rahasia ajaransangkan paraning dumadi yaitu mana arah yang hendak dituju oleh manusia. Keempat; Tri Sila Wedha menaruh hasrat untuk menempuh budi luhur, selagi di dunia ini, serta hendak menciptakan masyarakat yang mengindahkan perintah Tuhan.

c.       Ajaran - ajaran Tri Sila Wedha
1)      Syarat Menjadi anggota Tri Sila Wedha
Setiap manusia berhak menjadi anggota Tri Sila Wedha, entah itu dari laki-laki, perempuan,tuamuda, kayamiskin berhak menjadi anggota Tri Sila Wedha, di Tri Sila Wedha tidak membedakan ras, suku, agama, golongan dan status sosial dan ekonomi. Tri Sila Wedha tidak mengenal  murid dan guru, tetapi penuntun dan yang dituntun.Warga yang mengikuti aliran Kepercayaan Tri Sila Wedha itu bisa disebut dengan warga Kusuma Hayu, yang telah menjalani penyucian Menurut wawancara dengan Bapak Tri:
“yang disebut warga Kusuma Hayu orang - orang yang sudah berniat untuk kembali suci seperti bayi(tidak dibebani dan tidak mempunyai kekuatan dari mahkluk halus, dengan cara dibersihkan (disucikan) dan ditata semua alur syarap tubuh sehingga bisa menepati sesuai dengan fungsinya dan diberi kekuatan”. (Wawancara dengan beliau berlangsung pada tanggal 20 september 2012 malam hari pukul 18.30-19.00 WIB dan bertempat di rumah beliau)

Warga Kusuma Hayu memliki ciri khas ketika bertemu dengan sesama warga Kusuma Hayu lainya yaitu dengan berjabat tangan dan mengucapkan Puji Rahayu. Menurut Eyang Citro Puji Rahayu mempunyai arti rahayuku untuk kamu dan rahayumu untuk aku. Ciri selanjutnya warga Kusuma Hayu mengunakan samir berwarna kuning bergaris merah dipakai pada saat pisowanan dan dikalungkan dileher. Warga Kusuma Hayu itu bebas dari dunia politik apa saja, di Tri Sila Wedha tidak ada pembayaran apapun, kalaupun ada itu buat kebutuhan sanggar Tri Sila Wedha itu dirembug dengan gotong royong tanpa pemaksaan wawancara dengan Bapak Ag (beliau adalah pengikut aliran Tri Sila Wedha, beliau tinggal di Karanganyar, umur beliau 55 tahun. Pekerjaan Beliau adalah PNS di kota Karanganyar. Wawancara dengan beliau di padepokan Tri Sila Wedha.
Jumlah warga Kusuma Hayu tidak bisa diketahui dengan pasti sebab tidak pernah dicatat di buku induk. Warga Kusuma hayu hanya mewujudkan patunggilane orang-orang yang menyukani hidup prihatin atau menyukai laku sucui budi luhur, mengikuti memayuhayuning bawana tentreming jagad, oleh sebab itu di sanggar Tri Sila Wedha tidak ada anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Menurut wawancara dengan Bapak Tri, Warga Kusuma Hayu bisa disebut dengan Kusuma Suci karena Kusuma Suci itu panuksmane Gusti Kusuma Hayu.
2)      Tempat - tempat Sakral ajaran Tri Sila Wedha.
a)      Gunung Gendera
Gunung Gendera merupakan salah satu gunung yang berada pada tepi pantai Sembukan. puncak gunung Gendera tersebut yang digunakan sebagai tempat berdirinya sanggar Tri Sila Wedha.
b)     Pantai Sembukan
Pantai Sembukan lebih dikenal dengan wisata spiritualnya dibanding wisata alam, karena beberapa mitos pantai ini menjadi wisata spritual yang banyak dikunjungi untuk tujuan tertentu, tetapi jika dikembangkan dengan baik, pantai ini memiliki potensi pariwisata yang luar biasa. Beberapa mitos menyebutkan bahwa pantai ini merupakan pintu gerbang ke-13 Kerajaan Ratu Kidul. Gerbang ini digunakan oleh Kanjeng Ratu Kidul untuk menghadiri pertemuan dengan raja-raja Kasunanan Surakarta (Paku Buwono).
Pantai Sembukan terletak diKecamatan Paranggupito kurang lebih 40 km arah selatan kota Wonogiri atau 2 jam perjalanan. Jikaingin berwisata di pantai Sembukan jangan lupa membawa kail karena disana banyak orang yang mengail mencari ikan sambil menikmati indahnya pemandangan alam laut yang menawan. Di samping itu juga ada tempat peribadatan yang ada di puncak gunung yang terletak tidak jauh dari pantai Sembukan tersebut.
Di sekitar pantai dilengkapi dengan sarana ibadah, paseban dan sanggar, anda juga bisa menikmati teluk berbatu yang sangat indah, pesona pantai Sembukan memang sangat menawan, tetapi karena kurang dikembangkan dengan baik sehingga pantai ini hanya terkenal sebagai wisata spritualnya.
c)      Padupan Giri Kencana
Padupan Giri Kencana merupakan tempat untuk menyalakan dupa, yang dipakai untuk berkomunikasi dengan gaib. Padupan giri kencana mempunyai arti, Padupan: Tempat untuk menyalakan dupa, Giri: Gunung, Kencana: adalah cahaya yang bersinar pada tempat tersebut, sampai sait ini padupan giri kencana diyaikini sebagai tempat keluar masuknya anugerah-anugerah Gusti pada siapa saja yang seharusnya menerima.
d)     Sanggar Tri  Sila Wedha
Bangunan sanggar Tri Sila Wedha berbentuk payung. Bangunan sanggar dibangun dengan pelajaran-pelajaran yang dipelajari warga kusuma hayu (pengikut lairan kepercayaan Tri Sila Wedha).Pelajaran tersebut berisi tentang filosofi Jawa.
3)      Ajaran - ajaran Tri Sila Wedha
a)      Panutan Para Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha)
Aliran Kepercayaan Tri Sila Wedha mempunyai panutan hidup yaitu ajaran Manunggaling Kawula Gusti yaitu Gusti Kusuma Hayu Mahaningrat Ingkang Asifat IIlahi. Supaya ada pengertianya yang jelas, maka  sebutan Gusti Kusuma Hayu Mahaningrat Ingkang Asifat IIlahi dapat diartikan sebagai berikut :
(1)   Gusti (Tuhan)
Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) mempercayi Gusti dan Gusti itu mempunyai sebutan paling luhur atau sebutan paling indah. Gusti=wus ngarani. Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) percaya bahwa sebelum ada manusia Gusti yang maha kuasa memberikan perintah para Nabi dan para Rasulnya. Setelah para Nabi dan Rasulnya wafat, Gusti memberikan perintah  kepada Raja atau Ratu.
Setelah para Raja dan para Ratu wafat, Gusti mengutus para manusia yang terpilih dan suci yaitu para ulama dan rohaniawan seperti ustad, kiai, pendeta, pastor dan manusia-manusia yang berhati emas.Menurutwawancara yang dilakukan dengan Bapak Eyang Citrotentang manusia yang berhati emas sebagai berikut:
“Sanadyan  mung manungso dhomas paribasan mung sabuk elir majemun nanging menawa wis kasinungan karo daya panguwaosing Gusti kank cacahe 7 iku mapan ana ing  keteging anggo ( ketanggo ) ,utawa mapan ana ing dzat Roh sing paling jero. Papan palenggahing Gusti Ingkang maha Kuwaos iku             uga diarani & dimensi utawa & cakram dunia”. Wawancara pada tanggal 2 September 2012 malam pukul 19.00-20.00 WIB di Padepokan Tri Sila Wedha).
(2)   Kusuma
Kusuma itu digambarkan sebagai kembang yang lagi mekar. Cahyanyabersinar terang dan baunya yang semerbak harum. Bunga yang lagi mekar dan cahayanya yang terang  serta harum semerbak ketika setiap manusia yang mendengar pasti hatinya akan menyukai dan turut memuji-muji dengan kelebihan dari kembang, oleh sebab itu filosofi tersebut digunakan untuk  warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) sebagai pedoman dalam kehidupanya. Dalam Ajaran Tri Sila Wedha bunga kusuma diibaratkan seperti kusuma yang mempunyai arti manusia itu harus dipuji-puji bukan hanya tubuhnya,bukan hanya bentuknya akan tetapi  juga harus juga dipuja sifatnya yang baik.
Kepala manusia itu bukan hanya berada di badan atau tubuh manusia saja akan tetapi bertempat juga di sifat-sifat manusia yang dikarenakan mempunyai budi pekerti yang luhur contohya seperti keseriusan kejujuran. Siapa saja yang mempunyai budi pekerti luhur yang sangat luhur, namanya akan semakin harum, cahaya-Nya bersinar terang yang bisa memberikan makanan kepada banyak orang yang lagi kelaparan, bisa memberikan jalan terang bagi orang yang lagi jatuh pada dunia yang gelap (dosa), bisa memberikan penghiburan bagiorang yang sedang mengalami kesusahan. Jawaban tidak lain adalah Tuhan Yang Maha Kuasa itu sendiri. Di Tri Sila Wedha  Tuhan Yang Maha Kuasa itu sendiri disebut Kusuma Menurut wawancara dengan Bpk Tri (Wawancara dengan beliau berlangsung pada malam hari pukul 18.30-19.00 WIB dan bertempat di rumah beliau)
(3)   Hayu
Hayu=rahayu=wilujeng=slamet. Kata hayu itu mempunyai makna yang memberikan rahayu atau yang mepunyai rahayu, bisa juga disebut yang memberikan keselamatan atau yang mempunyai keselamatan. Kata hayu itu mengambarkan sifat-sifat yang intinya membuat menjadi rahayu, membuat menjadi wilujeng, membuat keselamatan bagi manusia. Kata Kusuma Hayu juga bisa di disebut dengan juru selamat. Kata-kata ini tidak bisa dikaitkan dengan Juru Selamat orang Nasrani, karena kata juru selamat atau juru keselamatan itu kata Jawa asli.
Oleh sebab itu sapa yang bisa disebut dengan sang Juru Selamat atau juru selamatitu, jawabanya adalah Tuhan Yang Maha Kuasa itu sendiri. Menurut wawancara dengan Bapak Tri (Wawancara dengan beliau berlangsung pada malam hari pukul 18.30-19.00 WIB dan bertempat di rumah beliau)
(4)   Mahaningrat
Maha=paling=lebih=tidak ada yang menandingi, dan Ningrat=alamraya. Lebih jelas lagi bahwa kata mahaningrat itu mempunyai arti di alam raya ini tidak ada yang menandingi kekuasaanya. Penguasa jagat raya ini tidak ada dua akan tetapi cuma satu yaitu Pangeran Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam ajaran Tri Sila Wedha manusia tidak boleh sekali-sekali mempunyai watak sombong atau selalu gila dengan kekuasaan karena kekuatan manusia akan kalah dengan kekuatan dengan Tuhan. Menurut wawancara dengan Bapak Tri (Wawancara dengan beliau berlangsung pada malam hari pukul 18.30-19.00 WIB dan bertempat di rumah beliau)
(5)   Bersifat keIlahian
Bersifat keIlahian itu mempunyai makna Tuhan Yang Maha Kuasa iku masih bersifat keIllahian atau keAllahan dan belum diperbolehkan menjelma ke dalam diri manusia sebab sampai sekarang belum ada manusia yang nyata, atau manusia yang dinamakan Jalma Limpat Seprapat Bae Wes Tamat, Manusia yang nyata ialah manusia yang sabdanya manjur, ciptanya selalu jadi, dan rasanya nyata, atau bisa manusia yang sudah mempunyai iman yang kuat, mempunyai kejujuran didalam setiap tindakan dan bersih dan suci hati pikirannya.
b)     Dasar-dasar Manunggaling Kawula Gusti di dalam ajaran Tri Sila Wedha
Dasar dalam meperlajari manuggaling kawula Gusti yaitu Tri Sila Wedha yang berwujud berlaku suci berbudi luhur. Setiap agama pasti mengunakan dasar berlaku suci luhur sebab berlaku suci luhur itu adalah induk dari ajaran setiap agama. Kata Tri Sila Wedha itu terbentuk dari kata:Tri=Tiga, Sila=Tatanan, Wedha=tertulis. Jadi Tri Sila wedha mempunyai arti tatanan tiga perkara yang tertulis yaitu: Kuat-jujur-suci yang mempunyai makna
(1)   Kuat Iman
Kuat Iman mempunyai arti didalam Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) yaitu hanya Gusti Allah Yang Maha Kuasa yang menciptakan bumi langit dan segala seisinya, dimana tempat Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) jangan  sampai kehilangan kiblat kepada Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Warga Kusuma Hayu ( Tri Sila Wedha) tidak dibenarkan atau tidak di perbolehkan menyembah kayu, batu, jin, setan, binatang. Menurut Ibu TT:
“Bila warga Kusuma Hayu menuju sanggar Tri Sila wedha di pesisir samudera selatan itu yang disembah adalah Tuhan Yang Maha Esa dan kita nyebut nama ne gusti Allah, ya kita hanya pinjam papan petilasane raden mas said yang dulu pernah buat tapa sampai penyuwunane dikabulkan. (wawancara pada 1 September 2012).


Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) percaya dengan keberadaan Kanjeng Ratu Kidul karena menurut cerita bahwa Kanjeng Ratu Kidul  membantu Raden Mas Said saat bertapa, sehingga terkabulnya permohonan yang dimintanya. Sampai sekarang pun keraton Surakarta Hadiningrat masih mengenang peristiwa tersebut oleh sebab itu tempat Raden Mas Said bertapa dijadikan warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) sebagai tempat menenangkan diri dan meminta keselarasan hidup pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Menurut Eyang Citro (wawancara pada tanggal 1 september 2012) Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) tidak menyembah Kanjeng Ratu Kidul (Kanjeng Prabu Dewi Kencana) namun hanya menghormati, menjaga, menghargai, dan untuk menjaga hubungan keselarasan anatara rahayuning alus dan rahayuning  manusia yang sama-sama hidup didunia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup rukun,menurut wawancara dengan Bapak Ag:
Kitaperlu menghormati,ngajenilanmyungkemi serta mengucapkan rasa syukur kepada Kanjeng Ratu Kidul ( Kanjeng Prabu dewi Kencana) karena panjenengan Kanjeng Ratu Kidul (Kanjeng Prabu dewi Kencana) termasuk manusia yang diterima hidupnya. (Wawancara pada tanggal 1 September 2012 )


 Menurut hal diatas Kanjeng Ratu Kidul (Kanjeng Prabu Dewi Kencana) merupakan sosok yang dihormati karena telah membantu Raden Mas Said dalam pertapaannya.Keyakinan orang Jawa terhadap Kanjeng Ratu Kidul memang telah berusia panjang. Apalagi bagi masyarakat Jawa pesisir selatan, Kanjeng Ratu Kidul sangat akrab dalam dunia batinnya. Karena itu berbagai ritual maupun tradisi sering diarahkan untuk memuja ratu gaib tersebut.
Orang Jawa memiiki keyakinan teguh kepada Kanjeng Ratu Kidul sejak Penembahan Senopati melakukan pertemuan mistis dengan Ratu Kiduldi Cepuri Parangkusuma (Pantai Selatan). Hal ini sampai melegitismasi keraton Yogyakarta bahwa Ratu Kidul adalah sosok kekuatan Magis yang patut dipuja Pemujaan oleh keraton Yogyakarta dan Surakarta, sebagai trah Mataram adalah dengan melakukan labuhan pada bulan Sura.(Suwardi Endraswara,2012:205).
Ratu Kidul di dalam ajaran Tri Sila Wedha merupakan sosok Kanjeng Ratu Kidul bukanlah jin ataupun setan akan tetapi dewi yang cantik yang diutus oleh Illahi, oleh sebab itu para warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) menghormatinya.Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) percaya bahwa sebelum bumi ini ada manusia, bumi ini sudah dihuni oleh makhluk gaib, dan percaya bahwa didalam kehidupan ini ada dua dunia yaitu dunia gaib  dan dunia nyata, oleh sebab itu  manusia dan makhluk gaib tidak boleh menggangu, dan harus saling bantu membantu, saling menghargai, saling menghormati,seperti yang digambarkan pada pewayangan bahwa dewa-dewa dan manusia itu saling menghormati, saling menghargai.
Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) mereka tidak menyembah kepada Jin ataupun Kanjeng Ratu Kidul akan tetapi mereka menghormatnya. Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) merasa prihatin di zaman yang serba modern di tengah globalisasi ini sudah mulai banyak orang yang sudah melupakan gaib dan penguasaane makluk gaib yaiku Gusti ing Maha Kuasa (Tuhan).
Menurut wawancara dengan Bapak Bg  (wawancara tanggal 10 Sepetember 2012) banyak tempat ibadah berdiri, akan tetapi banyak orang yang sudah berbakti dengan Sang Pencipta, banyak tutunan hanya menjadi tontonan, sebaliknya banyak tontonan menjadi tuntunan, banyak orang sering beribadah akan tetapi beridah tersebut hanya untuk menjadi kedok dalam menjalankan korupsi, hal beribadah dijadikan alat untuk berpolitik, dan menyebut banyak orang beragama akan tetapi tidak mempunyai Tuhan Allah.
(2)   Kejujuran dalam Tingkah Laku
Kejujuran dalam tingkah lahu mempunyai arti bahwa kita dimanapun berada dalam bertingkah laku kita harus mengutamakan kejujuran atau apa adanya. Orang yang jujur harus berani meminta maaf ketika orang tersebut merasa bersalah. Dalam menjalankan kejujuran harus mengetahui hukum-hukum kelakuan suci budi luhur.Hukum-hukum budi luhur di Tri Sila Wedha ada tiga :


(a)    Hukum Luar (hukum dunia )
contoh dari hukum luar: Orang mencuri ketahuan dipukuli massa,orang korupsi di tangkap KPK
(b)   Hukum dalam (Hukum akhirat)
Hukum ini berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurutwarga Kusuma Hayu(Tri Sila Wedha) Hukum dalam berjalan dengan hukum karma yaitu siapa yang menanam dia akan memetik (Nandur ngunduh). Menurut wawancara dengan Bapak Tri (Wawancara dengan beliau berlangsung pada malam hari pukul 18.30-19.00 WIB dan bertempat di rumah beliau)
(c)    Hukum Abadi (Hukum salah tetapi suatu kebenaran)
(d)   Bersih suci raga
Bersih suci raga mempunyai arti tersendiri bagi warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha )yaitu hati dan pikiran harus bersih dan suci, tidak mempunyai sikap dan pikiran yang jahat, tidak boleh dendam. Mempunyai raga yang bersih umat manusia diharapkan bisa ,mempunyai kanugrahan  yang sejati

(e)    Mengayomi
Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha)  bisa mengayomi atau bisa menjadi pengayom kepada setiap orang yang membutuhkan. Menurut wawancara dengan Eyang Citro setidaknya Warga Kusuma Hayu bisa menjadi pengayom bagi diri sendiri, keluarga dan bebrayan agung. Supaya bisa mengayomi atau bisa memberikan pengayoman warga Kusuma Hayu diharapkan mempunyai daya lebih yaitu berupa Tri Gaya Linuwih yang maknaya terdapat dalam Tri Daya  Tri Winasis.
Tri Daya Tri Winasis mempunyai makna yang berwujud Purba Pengayom(kekuaatan dari Gusti Yang Maha Adil), Purba Pangastuti(Kekuatan Gusti Yang Maha Wicaksana), dan Purba Kusuma (kekuatan Gusti Yang Maha Suci).
c)      Tujuan Warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) Belajar Manunggaling Kawula Gusti
Konsep Manunggaling Kawula Gusti memberikan pengertian pada beberapa hal menyangkut asal dan tujuan hidup manusia, dalam hal ini manusia harus bertanya, mencari tahu asal dan tujuan hidup. Tujuan hidup manusia menurut warga Kusuma Hayu (Tri Sila Wedha) juga tersurat dalam wejangan Dewaruci kepada Bima dan Bima sebagai berikut
Aywa lunga yen tan wruha
ingkang pinaran ing purug
lawan sira aywa nadhah
yen tan wruha rasanipun
ywa nganggo  - anggo siroku
yen tan wruh ranning busana
weruha atakon tuhu
bisane teiron nyata

Kutipan itu mengambarkan bahwa manusia dilarang hidup jika tidak tahu tujuan hidupnya atau sangkan paraning dumadi.         Diyakini bahwa karena belas kasih-Nya, maka sejak manusia diciptakan, Tuhan selalu menyertai manusia sebagai ciptaan paling sempurna yang diutus menjadi “kepanjangan tangan Tuhan” supaya hidup rukun dengan sesama dan alam semesta sebagaimana diteladankan Tuhan, untuk memuliakan nama-Nya. Karena kasih-Nya (katresnan dalem Gusti), Tuhan tidak otoriter tetapi menghargai manusia sebagai pribadi utuh yang diberi kebebasan.
Kebebasan inilah yang membuat perjalanan hidup manusia menjadi berbeda satu dengan yang lain. Upaya diri pribadi manusia yang terbuka hatinya menanggapi “Manunggaling Gusti Kawula” ini dilakukan secara sendiri-sendiri atau berkelompok dengan laku nglenikan sehingga menghasilkan ngelmu klenik yang disebut ajaran (piwulang atau kawruh) “Manunggaling Kawula Gusti”, sesungguhnya pengetahuan manusia tentang “dirinya sendiri” masih sangat dangkal daripada “diri sendiri sejati” yang diberikan Sang Pencipta. Atau dengan kata lain Sang Pencipta mengenal diri manusia lebih baik daripada manusia mengenal dirinya sendiri, Tuhan welas asih kepada manusia lebih daripada manusia mengasihi dirinya sendiri.
Bahwa perbuatan yang selama ini dilakukan kepada Tuhan, sesama dan alam semesta yang menurut manusia sudah baik ternyata masih sebatas ragawi yang kasad mata penuh pamrih dan pilih kasih (mbancindhe mbansiladan) hanya untuk kepentingan manusia (dirinya sendiri). Contoh: Ketika seseorang beribadah kepada Tuhan menganggap yang dilakukan sudah cukup (karena sikap dan perbuatannya tidak berubah), tetap melakukan kekerasan phisik/non phisik, pemarah, dsb karena dilakukan secara normatif, agamis tanpa hati sejati. Demikian pula ketika perbuatan baik kepada sesama tidak mendapatkan balasan, tanggapan semestinya atau bahkan sama sekali tidak ditanggapi menjadi kecewa, marah, tersinggung, dan sebagainya. Padahal kasih yang diteladankan Tuhan tidak pernah menuntut balas dan pilih kasih: oksigen untuk bernapas manusia, dan hangatnya matahari.


CHCS


Comments

  1. tempat nya bagus, :D
    kayaknya saya yang pertama kasih 1+plus :D

    ReplyDelete

Post a Comment