Bercerita
tentang sebuah pengalaman,bagaimana sulitnya untuk menjadi seorang guru.
Lingkungan kehidupan saya, dikelilingi oleh kehidupan pendidik ( guru), bapak
saya sendiri adalah pensiunan seorang guru dan saya sendiri adalah lulusan Guru, yang saat ini belum mau untuk menjadi
guru. Pendidikan Guru memang sangat
populer pada saat, entah bermula wacana sertifikasi guru, atau peluang kerja
yang terbuka lebar, telah menjadikan Jurusan pendidikan Guru menjadi tujuan
para orang tua untuk memotivasi anaknya untuk mendaftarkan ke sekolah pendidikan guru. Kita bisa lihat,
fenomena ini, dengan jumlah mahasiswa baru yang mendafar untuk menjadi guru
sangat lah banyak, sehingga beberapa hal yang terjadi adalah banyak Universitas
yang membuka kelas, hingga 10 kelas, agar dapat menampung para mahasiswa yang
ingin menjadi guru.
Menjadi
mahasiswa jurusan pendidikan guru, bisa di bilang, sulit-sulit gampang. Tugas
kami adalah dituntut untuk menjadi seorang guru yang terampil dalam mengolah
RPP ,silabus, prota, prosem dan metode pembelajaran yang di berikan dosen. Menjadi seorang mahasiswa keguruan, paling capek
ketikan kami harus mengikuti KKN PPL, dimana pada waktu itu kita dituntut untuk
mengajar di depan siswa-siswa, dituntut untuk membuat media pembelajaran, dan
juga kita dituntut untuk membuat RPP, Silabus, Prota dan Prosem (terkadang hal
ini, hasil karya kita diminta oleh guru, untuk bahan mereka memenuhi
sertifikasi).
Puncak
nya adalah ketika kita lulus dari pendidikan keguruan tersebut. Banyak pilihan
yang ada di benak kita, apakah akan mendaftar menjadi seorang guru, mencari
pekerjaan lainya? ataukah melanjutkan sekolah yang jenjang lebih tinggi lagi,
yaitu s2? Bila berbicara tentang keadaan yang ada, hampir separo lebih
teman-teman saya seangkatan tidak menjadi guru, kebanyakan bekerja diluar dunia
pendidikan, dan sebagaian kecil melanjutkan ke jenjang selanjutnya.
Persaingan
untuk menjadi guru pun semakin ketat, apalagi jumlah lulusan guru sangat lah
banyak, mengingat jumlah peminat menjadi gurupun semakin banyak. Persaingan
untuk menjadi guru sangatlah berat, apalagi kita bersaing dengan orang-orang
yang sudah mempunyai saudara atau kenalan yang sudah mempunyai jabatan di dalam
struktur sekolah maupun yayasan. Ini memang tidak adil, akan tetapi, hal
seperti ini lah yang terjadi di dunia pendidikan kita pada saat ini. Kekuatan
keluarga atau relasi dekat, mengalahkan kekuatan intelektual dan proses untuk
menjadi seorang guru. Bukan sampai disitu saja, perjuangan menajdi guru muda,
banyak tantangan yang harus dihadapi. terlebih guru itu terlihat ganteng. Aku
punya dua teman, sebut saja namanya Cahyo dan Yoyo. Dua teman ku tersebut,
memang dari segi wajah sangat ganteng dan mempesona, sehingga murid-murid cewek
banyak yang mengodanya, terlebih Pak Cahyo yang mengajar di sebuah sekolah yang
murid-murid nya semuanya cewek semuanya. Tantangan berat harus di hadapi
mereka, dari segi mental maupun spiritual.
Menjadi
seorang guru muda, bukan seseuatu yang mudah. Saya akan mengambil contoh
beberapa kisah dari teman saya. Menjadi guru adalah sebuah pengabdian,
bagaimana tidak. Berangkat pagi pukul setengah 6, dan pulang pukul 3 sore,
kemudian dilanjut dengan kerja sampingan, yaitu memberikan les–les an kepada
murid-muridnya, dan pulang sampai kost sekitar pukul 9 malam. Perjuangan berat,
untuk merintis karies sebagai guru memang tidak lah mudah, bila hanya mengandalkan
gaji guru memang tidak cukup untuk keperluan sehari-hari. Oleh sebab itu harus
membanting tulang , agar bisa menutupi dan agar bisa kelak menambung untuk masa
depanya. Apalagi menjadi guru WB, aku penah ngobrol dengan mahasiswa NTT, yang
mempunyai kakak, seorang guru di daerah Manggarai sana. Dia menceritakan bagaimana,
nasib kakaknya ketika menjadi guru, ketika gaji hanya diberikan setiap tiga bulan sekali, dan itu hanya sebesar
sembila ratus ribu, dan aku pun mulai bertanya “Bagaimana untuk mencukupi
kehidupan sehari-hari, apalagi kakak mu itu sudah berkeluarga??dan mahasiswa
itu menjawab, bahwa kakal saya, sehabis pulang sekolah pergi ke kebun, untuk
menggurus kebun. sehingga uang tambahan
untuk mencukupi kehidupan sehari-hari mereka ditutup dari hasil berkebun.
Ditengah-tengah
wacana kehidupan layak menjadi Guru, ditengah kabar sertifikasi yang sering
kita dengar, bahwa menjadi Guru itu adalah sebuah perjuangan dan pengabdian.
Apalagi bila menjadi seorang guru yang bisa merangkul murid nya untuk belajar
bersama-sama bukan malah menjadikan murid untuk menjadi patuh kepada sang Guru
adalah tugas guru yang sangat mulia.
Tulisannya kece sekali hans :) realita yang terjadi seperti itulah...dan tetap salut sama guru wb yang niatnya ikhlas dan ikhlas,
ReplyDeletetidak semua bisa seperti itu.
Yang diceritain berangkat jam 6 pagi pulang jam 9 mlm karena ngeles ngeles ituu hemm sepertinya saya tauuk :p
hahahahahaha,,,iki udu curhat lo wik,, tapi bermula dari rasa mesake hahahaha
ReplyDelete