Sepak Bola dan Fanatisme ( Budaya Populer )



1.      Pendahuluan
Hal yang tak asing bila kita mendengar kata tentang sepak sepak bola, karena setiap hari kita mendengar dan menontonpertandingan olah raga tersebut . Olah raga sepak bola menjadi olah raga yang mendunia, tidak memandang laki-laki, perempuan, tua muda, ataupun kelas sosial. Sepakbola juga merupakan  olahraga yang mempunyai banyak penggemar di belahan dunia manapun. Bahkan sepakbola bukan hanya sekedar olahraga akan tetapi juga mampu membawa permasalahan di bidang-bidang kehidupan, di Brazil, sepakbola dapat menjadi salah satu bidang penghidupan bagi sebagian masyarakatnya hal itu dilakukan untuk mengangkat taraf perekonomiannya karena negara Brazil memang mempunyai tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. Kemudian di Spanyol dan Italia, sepakbola adalah politik. Real Madrid adalah klub dengan basis suporter fanatik yang dihuni para ultra kanan yang fasis. Sevilla adalah bentuk perwakilan rakyat Andalusia. Sementara Barcelona adalah bentuk perlawanan rakyat katalan (Catalunya) yang sering diidentikan dijajah Spanyol (diwakili klub Real Madrid). Di negara Indonesia yang berpenduduk kurang lebih mencapai 250 juta jiwa hampir sebagian besar merupakan penggemar olahraga sepak bola..[1]


2.      Suporter dan Sepak Bola
Suporter dan sepak bola, merupaka dua sisi yang tidak bisa dipisahkan dalam sebuah permainan sepak bola. Suporter dalam pertandingan Sepak bola merupakan bagian yang terpenting, ada  anggapan suporter sepak bola merupakan pemain kedua belas dalam setiap pertandingan sepak bola. Dukungan yang diberikan oleh suporter sepak bola terhadap tim kesayangannya menimbulkan kretaifitas dan menimbulkan loyalitas yang mengharahkan suporter sepak bola ke arah kretafitas dalam mendukung tim kesayanganya tersebut.
Suporter sepak bola memiliki perbedaandengan suporter tim olah raga lainya. Ada beberapa hal yang membedakan antara suporter sepakbola dengan cabang olahraga lain. Misalnya dari segi jumlah dan penampilan. segi jumlah, suporter sepakbola jauh lebih banyak daripada suporter olahraga lain. Selain karena popularitasnya, juga karena kapasitas tempat (stadion) yang cenderung lebih besar daripada tempat olahraga lainnya. Dari segi penampilan, suporter sepakbola dikenal lebih fanatik dan atraktif dalam mendukung suatu kesebelasan.[2]
Ilustrasi dukungan suporter sepak bola

Kehadiran suporter di stadion sepak bola memberikan warna tersendiri dalam pertandingan sepak bola, Suporter memberikan hiburan dengan nyanyian, yel – yel, koreo, syal dan kostum yang seragam sesuai dengan warna tim kesayanganya, aksi-aksi gerak tubuh. Suporter sepak bola memiliki peran sekaligus didalam pertandingan sepak bola, yaitu sebagai penonton dan sebagai penampil yang akan memberikan suasana yang berbeda dalam setiap pertandingan sepak bola, sehingga suasana tersebut dapat membedakanidentitas  antara suporter sepak bola dan penonton biasa. Suporterjauh lebih banyak bergerak, bersuara, dan berkreasi dalam stadion dibandingkan dengan penonton yang terkadang hanya inginmenikmati suguhan permainan yang cantik dari kedua tim yang bertanding[3]. Suporter sebenarnya mempunyai peransangat penting dalam sebuah pertandinan sepak bola  yaitu sebagai penghibur yang dan juga memberikan dukungan dengan memberikan semangat bertanding dalam diri para pemain.
Berikut ini adalah beberapa contoh kelompok  suporter sepak bola di Indonesia , yang setia mendukung tim kesayangnya mereka .  Kelompok suporter seperti Bonex yaitu julukan untuk Suporter Persebaya Surabaya, Brigata Curva Sud dan Slemania julukan untuk suporter PSS Sleman, Pasoepati julukan untuk suporter Persis Solo, Brajamusti, The Maident sebutan untuk suporter PSIM Yogyakarta, Aremania  sebutan untuk Suporter AREMA Malang, The Jak untuk suporter PERSIJA Jakarta, Viking, Bobotoh sebutan untuk suporter sepak bola PERSIB Bandung, Snex, Panser Biru sebutan untuk suporter sepak bola PSIS Semarang. Para suporter tersebut memiliki loyalitas dan kefanatikan dalam mendukung tim kesayangannya masing–masing. Hal ini bisa dilihat dalam setiap pertandingan sepak bola Liga Indonesia
            Berbicara tentang sepak bola dan suporter  di Indonesia sekarang ini sangatlah menarik karena terdapat fenomena– fenomena yang berhubungan langsung dengan sepak bola yang dapat kita lihat dan kita teliti, oleh sebab itu dalam paper ini akan memperkecil ruang lingkup pembahasan yaitubagaimana identitas kewargaan budaya Suporter Pasopepati pendukung klub sepak bola Persis Solo?

3.      Sejarah Pasopati
Untuk mengetahui tentang suporter Persis Solo, alangkah lebih baiknya mengetahuio sejarah berdirinya suporter tersebut. Pasoepati adalah nama sebuah kelompok suporter sepak bola yang berasal dari kota Solo. Terbentuknya Pasoepati tidak terlepas dengan kehadiran klub sepak bola Pelita Jaya yang pernah berkandang di stadion Manahan tahun 2000 lalu. Sembilan Februari 2000 lahirlah kelompok suporter klub Pelita, bernama Pasukan Soeporter Pelita Sejati atau yang disingkat dengan sebutan Pasoepati. Sinergi Pelita dan Pasoepati saat itu menjadi gairah baru yang mempersatukan publik bola Solo dan sekitarnya. Pasoepati adalah hasil akal budi seorang praktisi periklanan Solo, Mayor Haristanto. Ia mengambil prakarsa ketika tak ada wong Solo berani jemput bola guna membangun organisasi suporter ketika publik bola Solo terserang euforia karena tiba-tiba hadir tim elit Liga Indonesia di kotanya. Dengan menunggangi gairah warga Solo yang meluap, dipadu sinergi cerdas dengan media massa lokal dan nasional, Pasoepati meroket menjadi meteor di kancah persepakbolaan nasional. Dalam perjalanan Pasoepati yang kini sudah berumur lebih dari 11 tahun ini, Pasoepati tercatat sudah memberikan dukungannya kepada empat klub sepak bola yang pernah bermarkas di kota Solo. Diawali di tahun 2000 dengan kehadiran klub Pelita Jaya yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Pasoepati. Di tahun 2003, hengkangnya Pelita dari kota Solo kemudian digantikan oleh klub asal Jakarta Timur yang kemudian meleburkan namanya sebagai Persijatim Solo FC. Namun, nostalgia Pasoepati dengan Persijatim ternyata hanya berlangsung selama 3 tahun. Dan di tahun 2006, Pasoepati akhirnya mengikrarkan dirinya untuk mendukung klub sepak bola asli daerah, Persis Solo, seiring juga prestasinya berpromosi ke Divisi Utama. Mengawali tahun 2011, digulirkannya kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) dan juga lahirnya klub sepak bola Solo FC, membuat Pasoepati turut serta menjadi suporter bagi klub Solo FC yang berkompetisi di Liga Primer. Namun, karena pada pertengahan tahun 2011 klub Solo FC melakukan merger dengan klub Persis Solo, maka Pasoepati kini hanya menjadi suporter bagi satu-satunya klub sepak bola asal kota bengawan, Persis Solo. Jangan pernah bertanya tentang loyalitas kepada Pasoepati. Meski harus dihadapkan dengansituasi klub kebanggaannya Persis Solo ,yang saat ini terbilang minim sekali prestasi, Pasoepati tetaplah menjadi suporter setia dan mempunyai loyalitas dan dedikasi tinggi terhadap klub yang didukungnya. Meski lahir dan besar di kota Solo, namun Pasoepati juga mendapatkan dukungan dari masyarakat luas di kabupaten Klaten, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, Karanganyar, Salatiga dan Wonogiri. Dukungan luas dari berbagai daerah menjadikan Pasoepati sebagai salah satu kelompok suporter terbesar di Indonesia. Keberadaan Pasoepati telah berhasil menjadi wadah pemersatu puluhan ribu warga Solo dan sekitarnya untuk bisa saling bersatu, saling bahu-membahu mendukung sebuah klub sepak bola Persis Solo[4]

4.      Sepak Bola Sebagai Budaya Populer
Menurut William Budaya Populer merupakan sebuah kebudayaan yang sebenarnya dibuat orang lain untuk sebuah kepentingan mereka sendiri[5]. Budaya Populer lahir dari sebuah budaya massa, yang diproduksi secara massa dan dipasarkan untuk mendapatkan sebuah keuntungan dari para penikmat budaya populer tersebut (konsumen). Budaya populer juga bisa diartikan sebagai budaya yang yang banyak disukai orang. Budaya massa adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik –teknik indrustrialisasi produksi massal dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan kepada khalayak konsumen massa.[6]Budaya populer merupaka sebuah budaya yang sisa – sisa dari sebuah budaya yang gagal memenuhi sebuah standar sebagai syarat sebuah budaya yang tinggi, bisa diartikan bahwa budaya populer merupakan sebuah budaya yang rendah. Di dalam budaya populer terdapat praktik – praktik masyarakat yang diciptakan untuk bersifat menghibur yang berkaitan dengan media massa, fashion, olah raga, game, music pop, film, iklan. Ada empat karakteristik signifikan budaya populer: (1) budaya populer diproduksi industri-industri budaya, (2) budaya populer berbeda dari budaya rakyat, (3) budaya populer ada di mana-mana, (4) budaya populer memiliki satu fungsi sosial. Budaya massa mendorong komersialisasi dan mengagungkan konsumerisme, dibarengi dengan berbagai kelebihan keuntungan dan pasar, dan juga mengikari tantangan intelektual, sehingga cenderung membungkam suara yang bertentangan karena budaya massa merupakan sebuah budaya yang melemahkan semangat dan membuat pasif.[7]
Sebelum membahas tentang identitas Suporter Pasoepati, mari kital lihat dahulu sepak bola sebagai budaya populer sebelum kita masuk ke identitas kewargaan suporternya. Sepak bola mempunyai peran penting dalam sebuah kajian budaya, seperti seperti membentuk sebuah identitas dan sepak bola membentuk sebuah komoditas budaya. Sosiolog sepak bola terkemuka, Richard Giulianotti meyakini, sepak bola merupakan salah satu institusi budaya besar, seperti pendidikan dan media massa, yang membentuk dan merekatkan identitas nasional di seluruh dunia.[8]
Sepak bola di Indonesia sekarang ini telah mengalami perkembangan ke arah modern, karena sepak bola Martin dan Nakayama pun menganggap sepakbola yang disiarkan di televisi sebagai budaya populer [9]. Sepak bola merupakan komoditi terbesar dalam wilayah budaya populer di Indonesia, bagaimana tidak, hak siar untuk membeli sebuah tayangan pertandingan sepak bola Indonesia super league ( ISL ) pada tahun 2012 saja,saat itu masih terjadi dualism liga, yaitu  LSI menjual hak siar mereka ke ANTV seharga 130 miliar selama satu musim,dan untuk Liga Primer Indonesia (LPI) sebesar 100 milyar selama satu musim[10]. Demam sepak piala dunia tidak lepas dari incaran kapitalis-kapitalis media massa. Bagaimana pun tidak, dua telivisi swasta tv one dan antv yang tergabung dalam PT Visi Media Asia Tbk ( Viva )  rela mengelontorkan dana sekitar kurang lebih 658 Milyar untuk membeli hak siar piala dunia[11]. Sungguh menarik ,ini bahwa  sepak bola di Indonesia  sudah menjadi komoditi kapitalis, komoditas konsumsi. Para pecinta sepak bola di Indonesia memandang  sepak bola sebagai barang konsumsi. Mengingat sentralisasi konsumsi, barang konsumsi seperti sepak bola mempunyai kedudukan penting untuk hadir dalam masyarakat, untuk mengitergrasikan seseorang dalam masyarakat. Rasa yang kurang lebih sama menjadi ikatan social, barang konsumsi seperti sepak bola ini menjadi semacam kartu identitas[12]
Banyaknya tayangan langsung sepakbola BPL,Barclays Premier League ( Liga Inggris ),SCTV, Indosiar, Orange TV, Big TV, Firs TV, Nexmedia; La Liga, RCTI; Serie A, TVRI;Bundesliga, Kompas TV;Europa League, SCTV; FA Cup, Trans TV; Copa Del Rey, RCTI; ISL ( Indonesia Super Legue ) K-vision, MNC Grup. Membuat sepakbola budaya populer yang sangat akrab dengan banyak orang Indonesia. Disamping itu pemberitaan tentang sepak bola di majalah, Koran, dan tabloid semakin banyak sehingga sepak bola di Indonesia semakin kuat dalam sebuah budaya populer. Pengaruh media didalam  sepak bola, juga berpengaruh berdirinya komunitas  suporter – suporter klub eropa di Indonesia,  misalnya munculnya komunitas–komunitas Suporter  klub–klub luar negeri, misalnya Milanisti , yaitu sebutan bagi pecinta klub sepak bola AC Milan yang berada di Italia, Juventini sebutan bagi suporter klub Juventus, Barcelonistas/Cules sebutan bagi suporter sepak bola Barcelona, Madridistas sebutan bagi suporter sepak bola  Real Madrid, Liverpudlian Sebutan bagi Suporter  Liverpool, Citizens Sebutan bagi suporter sepak bola  Manchestre City, Manchunian sebutan bagi suporter sepak bola Machester United. Para Suporter  sepak bola tersebut mempunya basis massa tersendiri dan mempunyai tempat tongkrongan untuk nonton bareng setiap pertandingan sepak bola. Contoh suporter di atas merupakan sebuah bagaimana sepak bola eropa yang menjadi sebuah budayapopuler dikalangan masyarakat Indonesia dengan membentuk sebuah komunitas – komunitas pencinta club sepak bola di Eropa.  Sepakbola Eropa merupakan sesuatu yang diproduksi industri-industri budaya, dalam hal ini klub-klub sepakbola Eropa dan media-media global sehingga membuat sepak bola menjadi menglobal sehingga masyarakat Indonesia tertarik untuk mendukung tim  Sepak bola tersebut.
Persis solo mempunyai beberapa media yang selalu memberitakan tentang kabar  Persis kepada Pasoepati atau kepada masyarakat banyak, seperti halnya Koran- Koran lokal seperti Jawa Pos, dan Solo Pos/ Di harian umum Solopos, berita tentang Persis Solo terdapat pada rubrik olahraga lokal di halaman 7 berbagi dengan berita tentang olahraga lokal lainnya. Sedangkan di surat kabar harian Jawapos Radar Solo, berita-berita tentang Persis Solo hadir dalam rubrik Radarsport di halaman 8. Intensitas pemberitaan tentang Persis Solo di kedua surat kabar itu bisa dikatakan hampir berimbang dengan frekuensi sebanyak 1-3 berita per satu kali edisi terbit. Media Koran tersebut membuat sangat membantu sekali klub, disamping itu juga mempunya media sosial seperti facebook, twitter, televise online yang diberi nama sambarnyawa tv, dan media online lainya seperti Pasoepatinet, sehingga dengan media itu semua  sangat membantu untuk mempopulerkan nama sepak bola sampai kedaerah –daerah diluar Solo, tak heran para Pasoepati bisa menjalar sampai Baturetno, Wonogiri yang jarak dari kota Solo sekitar 100 km, dan setiap ada pertandingan penting pendukung - pendukung  dari luar wilayah untuk hadir karena jadwal dan segi pembritahuan tiket selalu terupdate di media massa tersebut.

5.      Fanatisme Suporter Sepak Bola

Dukungan suporter terhadap klub kesayangan mereka, mengarahkan pada sikap fanatisme.  Fanatisme  merupakan sebuah rasa  kecintaan  yang lebih  hingga  akan  berdampak  luar  biasa  terhadap  sikap  hidup  seseorang.  Segala  sesuatu  yang  diyakini  akan  memberikan sebuah  kecintaan dan  semangat  hidup  yang lebih pada orang tersebut. Menurut   Giulianotti,[13]
           Bentuk kecintaan dan Fanatisme suporter sepak bola di Indonesia bisa digambarkan ketika para suporter sepak bola tersebut bergabung dengan kelompok – kelompok suporter, membeli merchandise klub kesayanganya, membeli pernak- pernik yang bisa mengambarkan identitas sebagai pendukung suatu klub tertentu, seperti, syal, jaket, hingga poster, sampai mendukung dan mengikuti kemana pun tim itu bertanding.    Sebagai contoh Suporter Persis Solo yang diberi nama Pasoepati ,mereka rela dating jauh – jauh dari Wonogiri, Sragen, Boyolali, untuk menonton tim kesebelasan yang mereka cinta ini. Para suporter memakai baju tim kesayanganya yang berwarna, membawa syal agar identitas mereka sebagai suporter Persis Solo diakui. Mereka rela member tiket yang berharga dari 15 ribu sampai 20 ribu. Dilihat dari latar belakang suporter Pasoepati ini mereka belatar belakang dari kelas ekonomi kelas menengah ke bawah, atau rata – rata pendapatan mereka 20 ribu sehari. Bayangkan mereka rela tidak makan sehari untuk bisa menonton sepak bola. Pendapatan utama dari tim sepak bola persis solo yang paling utama adalah pendapatan dari tiket para penonton dan pendapat per pertandingan yang didapat sekitar 400 juta, hal itu sangat menarik bagaimana para kefanatikan suporter persis solo menajdi komodita untuk kelangsungan hidup tim Persis Solo.
 Sekarang ini bukan hanya memberikan semangat, dukungan dan hiburan, akan tetapi fanatisme suporter sepak bola di Indonesia ini sudah mengarah pada sikap hooligans  ( mengambil sebutan pendukung Tim Nasional Inggris yaitu Secara umum hooligan/ ultras diidentifikasi sebagai orang atau sekelompok orang yang sering membuat onar atau kerusuhan. Pada olahraga resiko tinggi, kenikmatan menghadapi bahaya secara sosial dapat diperoleh. Begitu juga disepakbola, hooligan akan merasakan kenikmatan saat mereka menghadapi situasirusuh, baik dengan kelompok suporter lain maupun dengan aparat keamanan. Seperti dikemukakan Anung Handoko bahwa, “Tujuan utama hooligan adalah meningkatkan mereka dalam konfrontasi peasing. Tiap sisi berusaha mengerjai lawan dengan menempati dan menyerang lawan, memukul jatuh mereka, memaksa mereka mundur atau mengejar mereka”. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, sisi negatif dari suporter sepakbola dengan istilah hooligan pada prinsipnya ingin membuat onar atau kerusahan saat menyaksikan pertandingan sepakbola. Dengan melakukan kerusuhan atau keonaran mereka mendapatkan kepuasan. Sisi negatif ini dengan sengaja ingin membuat situasi penonton menjadi tidak nyaman[14].
Ke Fanatismesuporter sepak bola bukan hanya disitu saja, para suporter sepak bola meniru gaya – gaya teratikal para pendukung sepak bola italia atau bisa disebut ultras Ultras diambil dari bahasa latin yang mengandung artian ‘di luar kebiasaan’. Kalangan ultras tidak pernah berhenti menyanyi mendengungkan yel-yel lagu kebangsaan tim mereka selama pertandingan berlangsung. Mereka juga rela berdiri sepanjang pertandingan berlangsung (karena negara-negara yang terkenal dengan ultras nya seperti Argentina dan Italia, menyediakan tribun berdiri di dalam salah satu sudut stadion mereka). Selain itu pun para ultras paling senang menyalakan kembang api atau petasan di dalam stadion karena hal itu didorong untuk mencari perhatian, bahwa mereka hadir di dalam kerumunan manusia di dalam stadion.
As an ultra I identify myself with a particular way of life. We are different from ordinary supporters because of our enthusiasm and excitement. This means, obviously, rejoicing and suffering much more acutely than everybody else “.

Cukilan kalimat dari seorang anggota Brigate Rossonere, salah satu ultras AC Milan, membantu kita untuk mengenali fenomena ultras. Ultras bukanlah sekadar kumpulan suporter (tifosi) biasa melainkan kelompok suporter fanatik nan militan yang mengidentifikasikan secara sungguh-sungguh dengan segenap hasrat dan melibatkan dengan amat dalam sisi emosionalnya pada klub yang mereka dukung[15]. Kalau kita membahasa tentang ultras sungguh sangat menarik dimana ultras lahir dan berkembang di Italia dan perkembangan itu ditiru oleh suporter Indonesia dan sampai lah ditiru oleh  untuk mendukung tim kesayangan mereka. Fenomena ultras  Proses peniruan ini berawal dari media yang memperlihatkan bahwabagaimana media sebagai agen utama globalisasi memainkan peran sentral dalam mengubah sepakbola menjadi sesuatu yang bersifat global. Media yang mengubah peran primordial dan lokal sepakbola menjadi satu komoditi global
Sepakbola yang menyebar ke seluruh dunia pun bukan sepakbola dunia, melainkan hanya sepakbola Eropa. Ini berkaitan dengan fakta bahwa yang memiliki kekuatan ekonomi dan kekuatan sepakbola amat baik adalah Eropa, Dengan begitu jelas bahwa persebaran sepakbola Eropa ke seluruh dunia membawa satu motif ekonomi: satu-satunya motif neoliberalisme, kapitalisme, dan globalisasi. Melalui manipulasi identitas dan nilai, sepakbola Eropa mendapat tempat di seluruh dunia, juga Indonesia. Ekspose terus-menerus yang dilakukan media memungkinkan semua itu terjadi.


Momen konsumsi menandai salah satu proses dimana kita dibentuk sebagai pribadi –pribadi, ada sebuah argument, yang dikenal dengan antiesensialisme, menyatakan bahwa identitas bukanlah sesutau yang eksis, ia tidak memiliki kualitas universal atau esensisal. Ia merupakan hasil konstruktif diskursif, produk dikursus atau cara bertutur yang terarah di dunia ini. Dengan kata lain , identitas itu dientuk , diciptakan ketimbang, oleh representasi, terutama oleh bahasa[16].menurut Baudrillard) menyatakan, situasi masyarakat kontemporer dibentuk oleh kenyataan bahwa manusia sekarang dikelilingi oleh faktor konsumsi. Pada kenyataannya manusia tidak akan pernah merasa terpuaskan atas kebutuhan-kebutuhannya.[17]
6.      Penutup
Sepak bola memang bagian dari budaya Populer,sehingga menciptakan fanatisme terhadap kelompok masyarakat, dan kiblat fanatisme ini terbentuk karena budaya sepak bola Eropa. Fanatisme yang dilakukan oleh kelompok suporter persis solo, memang bagian dibentuk oleh globalisasi, Bentuk-bentuk fanatisme seperti itu pada kenyataannya tidak hanya terjadi pada konsumsi objek-objek yang bernilai ekslusif. Karena tren yang belakangan ini sedang digalakkan oleh para produsen adalah membangun fanatisme konsumen melalui inklusi konsumen dalam komunitas tertentu. Sebagai contoh, Persis Solo  yang populer saat ini pasti memiliki fans club-nya masing-masing yang bernama Pasoepati, sehingga apa yang berhubungan dengan nama persis solo para suporter Pasoepati ini akan membelinya. Dalam komunitas tersebut, sense of belonging terhadap produk yang mereka konsumsi terus ditingkatkan sehingga fanatisme orang terhadap produk yang mereka konsumsi terus bertahan atau bahakan bertambah. Sebagai konsekuensinya, anggota Pasoepati itu akan terus mengkonsumsi produk tersebut secara sukarela sebagai wujud loyalitas terhadap Persis Solo



[1]Sukma Adi Candra.2013.Modal Sosial dalam Suporter Sepakbolahal 1
[2]Anung Handoko. 2008. Sepakbola Tanpa Batas. Yogyakarta: Kanisius, hal 33
[3] Ibid hal 35
[5]Strinati, Dominic,2007  Populer Cultural, Penghantar Menuju Teori Budaya Populer,  Yogyakarta, Bentang hal  3
[6] Ibid hal 12
[7] Ibid hal 16
[9]Martin, Judith N. dan Thomas K. Nakayama.Intercultural Communication in Context. Boston: McGraw-Hill. 2004 hal 309
[10] http://sidomi.com/31401/di-balik-hak-siar-130-miliar-untuk-indonesian-super-league-skenario-penggembosan-ipl/
[12] Dominic Strinati, ibid hal xv
[13] Gulianotti, Richard. 2006. Sepak bola Pesona Sihir Permainan Global. Yogyakarta: AppeironPylothe hal 71
[14]Anung Handoko. 2008. Sepakbola Tanpa Batas. Yogyakarta: Kanisius, hal 40
[16] Chris Barker Cultural Studies , Teori dan Praktik,2011.Kreasi Wacana, Yogyakarta hal 12
[17]Baudrillard, Jean. 2009,Masyarakat Konsumsi, Kreasi Wacana, Yogyakarta hal 32-33


Comments