Ketika membahas tentang sepak bola, teman-teman saya sering bertanya, "Tim asal daerahmu apa, Persiwon kah namanya?" Sering kali orang di luar Wonogiri menebak klub sepak bola dari Wonogiri bernama Persiwon. Akhirnya, saya beritahukan bahwa nama klub sepak bola dari Wonogiri adalah Persiwi (Persatuan Sepak Bola Seluruh Wonogiri). Mungkin belum banyak orang yang tahu tentang klub sepak bola ini. Persiwi pernah berjaya pada masanya. Pada tahun 1970 dan tahun 1987/1988, Persiwi hampir lolos ke Divisi 1, tetapi harus kalah dari Persijasel dalam play-off di Stadion Sriwedari Solo. Dukungan yang diberikan pada waktu itu sangat antusias, dengan suporter yang dikenal sebagai "Wonogiren" (sebutan untuk masyarakat Wonogiri) memenuhi Stadion Sriwedari. Kala itu, ciri khas permainan Persiwi adalah permainan bola pendek.
Seiring berjalannya waktu, nama Persiwi semakin tenggelam. Orang-orang lebih mengenal klub seperti Arseto, Pelita Solo, Persijatim, dan Persis Solo. Wajar saja jika Persiwi kurang dikenal, karena bukan hanya prestasi yang menurun, tetapi juga karena klub ini vakum dalam beberapa waktu terakhir. Saya mencoba mencari informasi mengenai pertandingan-pertandingan Persiwi di internet, tetapi yang saya temukan hanya pertandingan Piala Suratin yang dimainkan oleh Persiwi Junior pada tahun 2017. Sayangnya, perjalanan mereka terhenti di tengah jalan karena masalah biaya.
Suara-suara untuk menghidupkan kembali Persiwi mulai terdengar dari anak-anak muda di Kabupaten Wonogiri. Mereka mendesak pemerintah kabupaten untuk mengaktifkan kembali klub kebanggaan daerah ini. Namun, tentu saja ini bukan perkara mudah. Dibutuhkan biaya yang sangat besar, dan jika tidak dikelola dengan baik, bisa menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Wonogiri. Ketika berbicara tentang sponsor, banyak pihak yang mungkin berpikir ulang, mengingat kondisi sepak bola Indonesia saat ini yang masih diwarnai oleh mafia dan pengaturan skor. Di sisi lain, fasilitas seperti stadion dan kualitas lapangan di Kabupaten Wonogiri juga belum memadai untuk memasuki sepak bola industri.
Diperlukan waktu yang lama, keseriusan, dan dana yang tidak sedikit untuk membangun sebuah tim agar dapat eksis di kancah sepak bola Indonesia. Kabar terakhir yang terdengar adalah adanya wacana merger antara Persiwi dengan klub Kudus bernama Magenta. Namun, menurut saya, ini bukanlah solusi yang tepat untuk menghidupkan kembali Persiwi. Jika hal itu terjadi, justru ini merupakan kemunduran bagi persepakbolaan di Wonogiri. Sepak bola membutuhkan proses untuk mencapai sebuah target. Masyarakat Wonogiri seharusnya belajar dari proses ini untuk mengelola sebuah klub dengan baik.
Jika semua dilakukan secara instan, seperti membeli lisensi atau merger agar dapat langsung bertanding di kasta atas, maka karakter seperti ini hanya mengulangi fenomena yang sering terjadi di persepakbolaan Indonesia. Yang dilupakan adalah proses dari bawah, termasuk dalam pengembangan bibit-bibit lokal dari Kabupaten Wonogiri.
Sumber: Aziz Purnomo, A. (2017). Harapan Baru untuk Persiwi Wonogiri, Harapan untuk Menonton Sepakbola. Available at: Panditfootball.
Comments
Post a Comment